.....ehmmmmmmm.......

welcome to the area's ankga evil
enjoy reading what's there ....
before you get into my world, I suggest that you pray God presented to each of you.

Jumat, 25 Februari 2011

PERAN AGAMA DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NAPZA

“Mānusah sarwabhutse varttate vai subhāsubhe Asubhēsu samavistam śubhesvevāvakārayet”

Diantara semua mahluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk, leburlah kedalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; Demikianlah gunanya (pahalanya) menjadi manusia (Sarasamuccaya.2).

I. PENDAHULUAN
Indonesia pada mulanya hanya sebagai tempat transit peredaran narkoba, kemudian berubah telah menjadi tempat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba bahkan telah menjadi sumber pembuatannya sebagaimana terungkapnya adanya pabrik pembuatan extasy. Perkembangan baik kuantitatif maupun kualitatif penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba semakin meningkat sampai pada tingkat membahayakan. Bahaya narkoba (Napza) mengancam kelangsungan hidup dan kehidupan serta pembangunan Nasional.
Hal itu diakibatkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman terhadap bahaya Narkoba, memudahkan seseorang terjerumus dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba (Napza).
Disamping itu disinyalir kurang gencar dan tepadunya semua pihak untuk mengantisipasi penyalahgunaan Narkoba ini; Termasuk ringannya sanksi hukum bagi para pengedar dan bandar Narkoba (Napza) itu sendiri, mengakibatkan orang tidak jera berbisnis barang terlarang ini.
Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia telah menjadi masalah nasional dan mengglobal (mendunia). Untuk itu perlu ditangani secara terarah, terpadu dan berkesinambungan. Bagaimana upaya menanggulangi bahaya narkoba ini, dan bagaimana peran agama dalam resosiolisasi korban dari penyalahgunaan narkoba (Napza) itu sendiri.
Penulis akan mencoba mengungkap dan mengkaji peran agama dalam resosialisasi korban penyalahgunaan Narkoba (Napza) khususnya dari sudut pandang agama Hindu.

II. PENYALAHGUNAAN NARKOBA (NAPZA)
A. Pengertian
Sebelum membicarakan masalah penyalahgunaan Narkoba (Napza) dimaksud, kiranya perlu sepintas dipahami apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan Narkoba (Napza) itu sendiri?
Sesuai dengan esensi dari UU No 22/1997 : Narkotika dan UU No. 5/1997 : Psikotrapika dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud Narkoba adalah singkatan dari : Narkotika, obat berbahaya dan zat adiktif lainnya.
Napza adalah singkatan dari : Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif lain. Jadi Narkoba = Napza.
Narkotika : zat atau obat dari tanaman atau bukan, sintetis atau semi sintesis, dapat menyebabkan penurunan/penambahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Sedang psikotropika adalah zat atau obat alamiah/sintetis bukan narkotika, berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif susunan saraf menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
Zat adiktif lain adalah bahan lain bukan narkotika ataupun psikotripika berkhasiat adiktif, penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan/ketagihan psikis dan pisik.
Terdiri atas : minuman beralkohol (golongan I – III) tembakau, obat berbahaya.
Golongan I (kadar ethanol 1 - 5%) : bir, greensand.
Golongan II (kadar ethanol 5 - 20%) : anggur
Golongan III (kadar ethanol 20-55%) : wiski
Obat berbahaya, adalah obat yang memiliki kemampuan untuk mengakibatkan kondisi ketergantungan pada organisme hidup, baik mental maupun pisik atau keduanya. Contoh jenis obat tidur (sedativa) seperti : magadon, obat perangsang (stimulansia) salvent seperti bensin, lem, dengan menghirup melalui hidung dan mulut.
B. Rwa Bhineda
Dalam ajaran Hindu semua benda, orang atau bentuk materi lainnya sebagai ciptaan dan anugrah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa ini selalu berdampak dua dimensi yakni “Rwa Bhineda” dua hal yang bertentangan antara baik dan buruk (Dewaya >< Bhutaya). Contoh : makanan dan minuman apabila dimakan atau diminum sesuai dengan keperluan atau takaran (dosisnya) akan bermanfaat bagi kehidupan ini. Akan tetapi bila dipergunakan melewati batas atau dosis/ukuran yang telah ditentukan akan mengakibatkan penyakit yang membahayakan, sehingga makanan pun akan berakibat penyakit apabila salah cara dan ukuran memakannya (a mêrta matêmahan wisya).
Demikian juga halnya dengan Narkoba (Napza) sebenarnya hal itu sangat berguna dan diperlukan untuk kepentingan dunia kedokteran sebagai pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun disisi lain Narkoba (Napza) sangat berbahaya apabila disalahgunakan. Sehingga pengunaannya perlu pembatasan, pengendalian dan pengawasan yang sangat ketat yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 22/1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang No. 5/1997 tentang Psikotropika.


C. Bahaya Penggunaan Narkoba
Adapun bahaya penyalahgunaan Narkoba (Napza) antara lain :
1. Terhadap kondisi pisik dapat mengakibatkan impotensi, gangguan menstruasi, menurunkan daya tahan tubuh, anemia, turunnya berat badan, aritunia jantung, lambung/lever, gangguan metabolisme, cacat janin, gangguan seksual, pendarahan otak, terjangkit HIV/AIDS, hepatitis, dan lain-lain.
2. Terhadap mental emosional dan prilaku (psikis), dapat menimbulkan depresi sampai bunuh diri, gangguan prilaku yang tidak wajar, gangguan persepsi/daya pikir/kreasi dan emosi yang dapat merubah prilaku menjadi menyimpang, ada hambatan atau ketidakmampuan untuk hidup secara wajar.
3. Terhadap kehidupan sosial, berakibat dapat mengganggu fungsinya sebagai warga masyarakat, tempat bekerja atau sekolah. Prestasi menurun lalu dipecat/dikeluarkan dari sekolah yang berakibat makin kuatnya dorongan untuk menyalahgunakan obat, hubungan dengan anggota keluarga maupun kawan-kawannya. Dapat pula menimbulkan tindak kriminal, keretakan rumah tangga termasuk penceraian dan lain-lain.

D. Ciri-ciri Penyalahgunaan Narkoba
Selanjutnya ciri-ciri (gambaran umum) penyalahgunaan Narkoba (Napza) adalah sebagai berikut :
1. Tingkah laku ganjil (kontak mata “menghilang” secara tiba-tiba).
2. Egosentris (tidak peduli pada orang lain).
3. Ketidakmampuan memusatkan pikiran (konsentrasi), prestasi belajar menurun.
4. Sering terlambat datang ke sekolah dan pulang lebih cepat dari yang lain bahkan sering tidak masuk karena “sakit”
5. Tugas-tugas yang mesti dikumpulkan/disetor selalu telambat, dengan kualitas yang rendah dari kemampuan sesungguhnya.
6. Sering meninggalkan acara perkuliahan/tugas kantor untuk pergi ke kamar mandi atau ke kantin.
7. Barang-barang pribadi “hilang” dengan penjelasan yang “kurang” masuk akal.
8. Mengabaikan tanggung jawab yang sebelumnya selalu dijalankan.

III. UPAYA PENANGGULANGAN
Upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba (Napza) dapat dilakukan melalui beberapa tahapan diantaranya :
1. Pre-emtif yaitu pencegahan secara dini melalui kegiatan-kegiatan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) dengan sasaran mengetahui faktor-faktor penyebab, pendorong dan peluang dari terjadinya pengguna untuk menciptakan suatu kesadaran, kewaspadaan serta daya tangkal guna terbinanya kondisi dan norma hidup bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba (Napza).
Lingkungan keluarga sangat besar peranannya dalam mengantisipasi segala perbuatan yang dapat merusak kondisi keluarga yang telah terbina dengan serasi/harmonis.
Lingkungan sekolah/kampus juga merupakan areal yang sangat urgen pengaruhnya bagi perkembangan kepribadian siswa/ mahasiswa baik untuk pengembangan ilmu pengetahuan maupun pengaruh negatifnya sesama pelajar/mahasiswa.
2. Preventif, pada hakekatnya : penanaman disiplin melalui pribadi atau kelompok, pengendalian situasi budaya, ekonomi, politik yang cenderung dapat merangsang terjadinya penyalahgunaan Narkoba (Napza). Penggunaan lingkungan untuk meniadakan/ mengurangi kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba (Napza) dengan mengadakan pembinaan, bimbingan dan partisipasi masyarakat secara aktif bersama dengan lembaga/ instansi terkait secara langsung atau melalui media, operasi kepolisian, pengawasan tempat-tempat hiburan seperti : diskotik, pub, cafe, karaoke, dan lain-lain.
3. Represif yaitu tindakan dan penegakan hukum melalui proses penyidikan berpedoman pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
4. Rehabilitasi yaitu usaha untuk menyehatkan kembali bagi mereka yang terkena penyalahgunaan ataupun yang kencaduan.
Dalam hal ini dapat ditempuh berupa rehabilitasi medik oleh lembaga kesehatan dengan berbagai cara memulihkan kesehatan pisiknya.
Yang tidak kalah pentingnya adalah rehabilitasi sosial oleh lembaga-lembaga sosial yang psikoeduktif serta mental spiritual.
Adapun tujuan rehabilitasi ini adalah :
- Agar pasien menjadi sehat kembali, dapat melaksanakan tugas dan kewajiban betapa mestinya.
- Dapat mengendalikan emosi, motivasi untuk tidak mengulang penyalahgunaan Narkoba (Napza).
- Menciptakan sikap prilaku positif, mengembalikan kepercayaan diri.
- Mendisiplinkan waktu dan prilaku sehari-hari secara efektif dan produktif.
- Mengembalikan konsentrasi untuk belajar dan bekerja
- Agar dapat diterima kembali dengan baik oleh keluarga dan lingkungannya.
Rupanya tujuan yang terakhir inilah menjadi topik atau inti pokok materi pembahasan kita.
IV. PERAN AGAMA DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
Para sujana (orang bijaksana) mengatakan bahwa agama itu ibaratnya “rambu-rambu lalu lintas” yakni memberi petunjuk jalan yang benar (dharma) dan melarang orang (umatnya) untuk berbuat salah, kebatilan (adharma). Tentang hal itu banyak tersurat dalam pustaka dan susastra Hindu diantaranya Sarasamuçcaya 14 menyebutkan :
“Ikang dharma ngaranya, hênuning marga mara ring swarga ika, kadi gatining parahu, an hênuning banyoga nêntasing tasik”.

Maksudnya :
Yang disebut dharma, adalah merupakan jalan untuk pergi ke sorga; sebagai halnya perahu, sesungguhnya adalah merupakan alat bagi orang dagang untuk mengarungi lautan.

Pada sloka berikutnya dipertegas lagi bahwa seperti prilaku matahari yang terbit melenyapkan gelapnya dunia, demikianlah orang yang melakukan dharma, adalah memusnahkan segala macam dosa. Keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi yang melaksanakannya; lagi pula dharma merupakan perlindungan orang berilmu, tegasnya hanya dharma yang dapat melebur dosa triloka (jagat tiga itu) SS. 16 dan 18.
Dengan mencermati makna sloka tersebut di atas tentu setiap orang diamanatkan untuk berbuat, berpikir maupun berucap yang baik dan benar. Lantas bagaimana bagi mereka yang telah terlanjur berbuat penyimpangan atau penyalahgunaan? Dalam hal ini agama selalu memberikan solusi atau jalan keluarnya yakni memotivasi orang untuk senantiasa berbuat baik (subha karma) sebagai pelebur perbuatan yang tidak baik (adharma) tersebut. Hanya dengan perbuatan baiklah orang akan memperbaiki segala dosa-dosanya, bukan jalan pintas dan sesat.
Bahkan ditegaskan bahwasannya hakikat penjelmaan ini adalah untuk berbuat baik guna melebur alias memperbaiki prilaku yang kurang/tidak baik, sebagaimana ucap Sarasamuçcaya sloka 2 sebagai berikut :
“Mānusah sarwa bhūtesu,
varttate vai śubhāsubhe
aśubhesu samavistam
subhesvevāvakārayet”

Maksudnya :
Diantara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan sebagai (menjadi) manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk. Leburlah ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; Demikianlah guna/hakikat (pahala) menjadi manusia.

Dari kutipan sloka di atas dapat diambil maknanya bahwa bagi mereka yang telah kena sebutlah sebagai korban Narkoba (Napza) harus tetap diterima dengan baik, serta merta dituntun untuk selalu memperbaiki diri untuk mendapatkan hari esok yang lebih baik.
Bila kita mengacu peran strategis agama dalam pembangunan di negara kita dikatakan sebagai “landasan moral, etika, serta sebagai motivator, inspirator dan dinamisator”.
Semua ungkapan tersebut di atas mengandung makna untuk senantiasa mendorong mengarahkan, menuntun umatnya untuk menuju kebaikan dan kebenaran.
Dengan demikian peran agama dalam resosialisasi korban Narkoba (Napza) ini sangat urgen.
Sebab agama disamping bertujuan mendapatkan kesejahteraan dunia (jagadhita) tentunya bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian jiwa/rohani (moksa).
Dalam kaitan pencegahan penyalahgunaan Napza ditinjau dari ajaran Hindu, dengan konsep Catur Marga (empat jalan) mencapai tujuan atau empat kiat menuju sukses dapat diterapkan dan diimplementasikan sebagai berikut :
1. Jñana marga : yakni dengan jalan ilmu pengetahuan, dalam hal ini seseorang harus belajar dari memahami dengan benar akibat buruk dari Narkoba (Napza) ini dan sejauh mana kita mengkonsumsi/ mempergunakannya sehingga tidak membahayakan. Selanjutnya kita harus memahami bagaimana caranya menerima mereka yang telah terkena/kecanduan alias korban Napza itu sendiri.
2. Karma marga : yang dimaksudkan disini adalah memberikan pekerjaan atau mengajak mereka menekuni suatu kegiatan kerja dengan penuh tanggung jawab yang tentunya diawali membekali mereka pengetahuan dan keterampilan sehingga mereka menjadi seorang pekerja yang tekun untuk tidak terjerumus lagi pada kancah kecanduan Narkoba (Napza) tersebut.
3. Bhakti marga : uaitu dengan rasa tulus dan ikhlas menerima mereka di masyarakat sebagai warga masyarakat, jangan dikucilkan. Tuntunlah mereka dengan kecintaan yang tulus dan mendalam dengan landasan “asah-asih-asuh” sehingga tidak menyebabkan ketersinggungan dan rasa anti panti. Segala sesuatu yang dilandasi rasa bhakti pasti akan menimbulkan kecintaan dan simpati.
4. Yoga marga : dalam kaitan ini bagaimana kita bisa menuntun mereka untuk taat, patuh dan berdisiplin serta menjaga hubungan yang harmoni dengan mereka sebagai mantan (korban) Narkoba (Napza) itu sendiri. Hubungan yang harmoni akan dapat menjalin komunikasi yang baik yang bermuara berhasil (suksesnya) suatu usaha. Dalam hubungan ini peran Tri Guru utamanya Guru Rupaka yakni orang tua (pihak keluarga) harus memperhatikannya dengan kesungguhan hati. Demikian juga Guru Pengajian yaitu para Guru/Dosen di sekolah/kampus hendaknya dengan penuh rasa cinta yang mendalam. Yang tidak kalah pentingnya adalah Guru Wisesa yakni pemerintah baik dinas maupun adat/pakraman dapat menerima dan memperlakukan dengan baik terarah, terpadu dan berkesinambungan niscaya tidak ada masalah yang tidak terselesaikan dengan baik.

Peranan Catur Guru :
1. Guru Rupaka
Sebagai orang tua memegang peranan penting untuk memantau dan mengawasi putra-putrinya sehingga tidak terkena bahaya narkoba.
2. Guru Pengajian
Sebagai bapak/ibu guru yang mengajar di sekolah tidak kalah pentingnya dalam hal menuntun, mengawasi, dan memantau para siswanya ke arah hal yang positif sehingga tidak terkena penyalah gunaan Napza.
3. Guru Wisesa
Dalam hal ini sebagai aparat pemerintah baik dinas maupun adat atau pekraman sangat potensial dan punya wewenang untuk mengarahkan warga masyarakatnya termasuk para pelajar dan remaja untuk menuju anggota masyarakat yang bermanfaat dan berguna dalam pembangunan bangsa dan negara.
4. Guru Swadyaya
Dalam hal ini Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi sebagai sumber dan kembalinya mahluk ciptaan-Nya merupakan sumber mohon segala petunjuk dan tuntunan bagi umatnya untuk menuju kerahayuan.
Demikianlah peranan Catur Guru sangat penting dan strategis dalam hal pencegahan penyalahgunaan Napza.


V. PENUTUP
Dari paparan dan uraian tersebut di atas kiranya dapat ditarik benang merahnya bahwasannya :
- Masalah Narkoba (Napza) bila disalahgunakan akan membahayakan bagi kita semua, khususnya para generasi muda sebagai penerus bangsa.
- Masalah penyalahgunaan Narkoba (Napza) merupakan masalah nasional dan mengglobal yang patut diantisipasi serta ditangani secara serius oleh semua pihak baik secara medis maupun sosial.
- Korban penyalahgunaan Narkoba (Napza) harus tetap ditangani dan dibina serta diarahkan secara terpadu dan berkesinambungan.
- Peran agama dalam penanganan dan pembinaan korban Narkoba berikut resosialisasi sangat penting dan berkompeten, karena agama bertujuan untuk kesejahteraan dan kerahayuan baik lahir maupun bathin.
- Peran agama dalam pencegahan penyalahgunaan Napza sangat penting karena pada hakekatnya agama bertujuan untuk kerahayuan dan kesejahteraan baik lahir maupun bathin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar